Rabu, 28 Juli 2010

Pandangan Seorang Polisi Mengenai UU-ITE

dikutip dari blog seorang polisi :

http://reinhardjambi.wordpress.com/2008/03/28/para-blogger-jangan-kuatir-ternyata-masih-banyak-kelemahan-uu-ite/


Seru juga perdebatan tentang keberadaan UU ITE ( Informasi dan Transaksi Elektronika) yang telah disyahkan oleh DPR tanggal 23 maret yang lalu, apalagi rekan saya Anggara sudah duluan membahas masalah ini dalam beberapa tulisannya di blognya anggara.org, saya jadi penasaran juga dan saya baca satu – persatu kalimatnya dalam UU tersebut…. Memang secara formil Undang – undang itu bertujuan baik yaitu bermaksud melindungi masyarakat luas yang nantinya akan ”terganggu” karena aktifitas di dunia maya… kalau saya klasifikasi ada beberapa obyek yang dilindungi dalam UU ini :

§ Manusia/ orang secara pribadi, dari : penipuan, pengancaman dan penghinaan

§ Masyarakat (sekumpulan orang) dari : dampak negatif dari kesusilaan, perjudian dan akibat dari penghinaan SARA

§ Korporasi (perusahaan) atau suatu lembaga dari : kerugian akibat penjebolan data rahasia dan keuangannya juga pembuat sofware yang di crack sehingga rugi (hahaha….)

Dari semua ini saya mengerti yang paling banyak ditakutkan oleh para blogger seperti juga mas anggara adalah pasal 27 UU ITE yang berbunyi :

Pasal 27 (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.


Para blogger mungkin merasa terancam dengan ‘hilang” kebebasan untuk berekspresi dalam tulisan di blog nya… tetapi jangan kuatir ternyata banyak materi hukum formil yang belum jelas untuk penyidikan terhadap seorang tersangka UU ITE ….

KESATU

Misalnya saya seorang penyidik sedang menyidik seorang blogger yang menghina sesorang dan disangkakan melanggar pasal 27 ke (3), kesulitan terbesar bagi saya adalah mencari alat bukti yang dapat dihadapkan di sidang pengadilan, karena menurut pasal 183 dan 184 KUHAP (UU ITE tetap mengacu kepada UU no 8 tahun 1981 ttg KUHAP)

Pasal 183 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184 (1) Alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa.

Kita cari alat bukti yang paling umum yaitu “saksi” yaitu seorang yang mendengar, melihat, merasakan seorang tersangka melakukan perbuatannya (mengetik di depan komputer…) …karena ada istilah hukum “unus testis nula testis” artinya “satu saksi adalah bukan saksi” … nah mencari saksi seorang saja susah apalagi lebih dari satu…?

Paling yang bisa saya dapatkan ialah mencari saksi ahli … misalnya pak Roy Suryo yang bisa menjelaskan media dan faktor teknis lainnya tentang internet (IP , situs, server, bandwith, provider dll….), perlu seorang ahli lain yaitu Ahli Bahasa yang mampu menerangkan apa benar kata – kata blogger tersebut bisa dikategorikan menghina sesorang …

Nah ini celakanya dari penyidik… paling bisa didapat alat bukti lainya yaitu alat bukti “petunjuk” misalnya copy tulisan kita yang didapat di internet…., jadi maksimal penyidik hanya bisa menghadirkan alat bukti “Saksi Ahli” dan ‘Petunjuk” …. Hal itu masih sangat riskan dalam mengajukan seorang tersangka ke pengadilan….

KEDUA


Masalah paling krusial ialah “Locus Delicti” atau istilah popularnya ialah TKP (tempat kejadian perkara), hebat benar undang – undang ini, lihat pasal 2 UU ITE :

Pasal 2

Undang Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.


Nah coba bayangkan kalau kita melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam UU ITE di luar negeri….? Apa bisa ditangkap kesana… tunggu dulu, belum semua negara mempunyai “perjanjian extradisi” jangankan negara yang jauh… negara terdekat yang seperti Singapura aja belum bisa …

Menurut saya hal yang paling lucu juga…. Internet adalah sebuah sarana tekhnologi yang tidak mengenal “batas negara” …. Kalau kita menggunakan wordpress.com misalnya yang menggunakan server luar negeri .. apakah bisa di katakan TKP nya di Indonesia ? atau sekarang ada sarana “IP Switcher” yang bisa mengaburkan IP kita…. Kalau di IP kita tertulis dari negara lain bagaimana ???? Intinya : kalau penyidik tidak bisa memastikan “Locus Delicti” sebuah kejahatan akan susah sekali untuk memperkarakannya sampai ke sidang pengadilan…..


KETIGA


Hal lain yang sangat formil dalam hukum adalah “TEMPUS” atau waktu kejadian perkara… nah kalau penyidik tidak bisa menentukan kapan terjadinya tindak pidana, ya tidak bisa … nah kalau para blogger tidak menggunakan waktu indonesia (GMT + 7) atau mengacaukan tanggal perbuatannya dilakukan (apalagi tidak ada saksi yang mendukung) akan susah sekali penyidik mengajukannya sampai sidang pengadilan…

Nah blogger sekalian …tulisan ini bukannya untuk mengajari berbuat jahat.. tapi inilah sedikit dari permasalahan yang akan dihadapi para penyidik dalam mengungkap perbuatan jahat dalam UU ITE…(masih banyak lagi dan terlalu panjang untuk dijelaskan…) berdasarkan dari pengalaman saya sebagai penyidik…. Masih susah bukan ?

Pada intinya diperlukan MORAL yang baik dari para Blogger agar menghindari perbuatan asusila, perjudian, menghina seseorang dsb dsb dari media dunia maya ini…..

Dan saya pun secara pribadi lebih berpendapat : “janganlah kita meng-kriminalisasi perbuatan yang hanya dianggap melanggar moral”….. semua tergantung pada keimanan kita masing – masing….

UU ITE merupakan ancaman serius bagi bloger Indonesia

RUU ITE yang telah disahkan DPR pada 25 Maret lalu tinggal menunggu waktu untuk dapat diberlakukan. UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Namun pada saat yang sama pula, UU ITE ini telah menunjukkan watak aslinya yang anti terhadap hak asasi manusia khususnya terhadap kemerdekaan menyatakan pendapat dan kebebasan berekspresi yang justru dijamin dalam UUD 1945.

UU ITE ini jelas merupakan ancaman serius bagi bloger Indonesia, setidaknya ada 3 ancaman potensial yang akan menimpa bloger Indonesia, yaitu ancaman pelanggaran kesusilaan (pasal 27 ayat 1), penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (pasal 27 ayat 3), dan penyebaran kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat 2). Ancaman pidana untuk ketiganya pun tak main-main penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah

Dalam konteks pidana, ketiga delik ini masuk dalam kategori delik formil, artinya tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat kritik.

Untuk lebih jelasnya mari kita baca substansi dari ketentuan pidana tersebut


No

Pasal

Keterangan

Pasal

Ancaman Pidana

1

27 (1)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan

45 (1)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2

27 (3)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

3

28 (2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu

berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

45 (2)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) memiliki tiga unsur yang sama yaitu (1) unsur setiap orang, (2) unsur dengan sengaja dan tanpa hak, dan (3) unsur mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik.

Sementara Pasal 28 ayat (2) memiliki tiga unsur yang patut dicermati yaitu (1) unsur setiap orang, (2) unsur dengan sengaja dan tanpa hak, dan (3) unsur menyebarkan informasi

Untuk bloger dari ketiga ketentuan ini unsur ketigalah yang paling menentukan, karena bloger sudah dapat dipastikan melakukan perbuatan pidana yang sangat sempurna yaitu (sudah pasti dengan sengaja) menyebarkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan membuat dapat diakses. Sungguh sempurnalah jerat hukum untuk Bloger Indonesia. Unsur ketiga inilah yang paling karet, tidak hanya menampilkan saja sebuah informasi, tetapi juga termasuk memberikan taut ke sebuah situs, merupakan ranah yang dapat dijamah oleh unsur ketiga ini.

Ketiga ketentuan dalam UU ITE ini jelas bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 F UUD 1945 yang mensyaratkan adanya perlindungan bagi kemerdekaan menyatakan pendapat dan kebebasan berekspresi di Indonesia. UU ITE ini jauh dari keinginan pemerintah membatasi akses pornografi akan tetapi secara lebih jauh berusaha untuk membatasi kegiatan masyarakat untuk melakukan 5 M yaitu mencari, menerima mengolah, mengelola, dan menyalurkan informasi.

Untuk itu, para bloger Indonesia, waspadalah pada bahaya ini. Cepat atau lambat, bahaya ini akan mengancam hak anda. Langkah apa yang harus dilakukan tak lain dan tak bukan mengajukan permohonan ke MK agar ketiga ketentuan ini dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945

Bloger Indonesia, Bersatulah!

sumber inspirasi dari http://anggara.org/2008/03/26/uu-informasi-dan-transaksi-eletronik-uu-ite-adalah-ancaman-serius-bagi-bloger-indonesia/

Selasa, 27 Juli 2010

UU ITE dan Kebebasan Berpendapat


Penah beberapa waktu lalu Kita dan beberapa teman, iseng-iseng ngobrolin tentang UU ITEdan kaitannya dengan kebebasan berpendapat,terutama untuk para blogger dan facebooker. Apalagi sempat mencuatnya kasus Prita dan Aril + Luna Maya + Cut Tari yg banyak-sedikitnya sudah menyurutkan gairah menulis mereka (para blogger).
kita sendiri sementara ini masih cuek dengan ancaman pasal-pasal karet kontraproduktif tersebut.
kita melihat kenyataan bahwa budaya menulis masyarakat masih sangat jauh dari harapan.
Kebanyakan masih berkutat di level nyampah update status (para facebooker). Mau bisa berkembang bagaimana, bila tidak dipancing dan malah dibuat ketakutan dengan ancaman-ancaman dari pasal
UU ITE itu.
Mereka yang selalu membawa-bawa hukum untuk mengatasi yang katanya pencemaran nama baik di internet, menurut kami hanyalah orang yang belum dewasa dan tak menginginkan dirinya maju bahkan cenderung mencari Satu kata ajaib yaitu POPULARITAS dari kasus mereka.
Memang benar kita hidup di negara hukum, tapi untuk apa hukum dibuat kalo hanya membuat rakyat menjadi bodoh dan bingung. Apalagi bila melihat realita di lapangan, hukum hanya berlaku untuk orang kecil. Mereka yang punya uang dengan mudah mempermainkan hukum. sepertinya ini bersifat menjebak diri kita sendiri kepada hukum dari pemerintahan yg tidak jelas.
Dan sebuah fenomena baru dalam hukum kita, adalah berbeloknya hukum ketika berhadapan dengan opini publik. Walau aparat hukum kita mengatakan tak terpengaruh oleh hal itu, tetap saja kita akan bertanya, Akankah kasus ketua KPK dihentikan bila tidak didesak oleh opini publik?
Akankah kasus Prita segera selesai bila masyarakat diam saja? Kalo memang Prita tidak bersalah, kenapa harus menunggu satu setengah tahun untuk membebaskannya?
Lihat saja Susno Duaji yang tiba-tiba mencabut somasinya kepada Bambang Widodo Umar yang katanya mencemarkan nama baiknya, setelah Bambang cuek bebek tidak mau mencabut pernyataannya di koran tempo. Akankah Duaji mencabut somasinya bila sebelumnya tidak ada kasus Prita atau ketua KPK..?
Kembali ke masalah
UU ITE dan kebebasan pendapat.
Bebas berpendapat adalah hak setiap warganegara yg sudah di atur dalam undang-undang.
Tapi kita tak bisa menuntut bebas bicara tanpa mau tahu orang lain pun memiliki hak yang sama. Dan ketika ada pendapat yang miring, kita tak bisa begitu saja mengganggap orang itu bicara salah. Harus ditelusur kenapa sampai berpendapat seperti itu.
Orang bisa nulis meledak ledak di blog, pasti ada saluran yang tersumbat. Membungkam blogger tak akan menyelesaikan masalah, selama sumbatan itu tidak dibuang. Jangan sampai orang komplen karena pelayanan kurang beres, malah yang komplen yang diancam, sementara pelayan yang tidak becus malah berbuat sewenang-wenang. seharusnya perbaiki layanan agar komplen berkurang!
Sebagai bangsa yang dibesarkan dengan musyawarah mufakat, penggunaan hak jawab sepertinya lebih tepat dijadikan penyelesaian. Seperti pada blog, kan selalu ada kolom komentar. Apa sih susahnya menyampaikan sanggahan disana. Sehingga penulis blog tersebut juga dilatih untuk bertanggungjawab dengan tulisannya.
Benar atau salah teramat relatif di dunia manusia. Satu satunya jalan untuk menyelesaikan pertikaian adalah kompromi. Dengan belajar menulis yang bertanggungjawab, kita akan belajar hidup dalam toleransi dan kompromi. Sehingga wacana terus bisa berjalan, dan kita tak pernah merasa terkekang untuk menyampaikan pendapat.
Akankah dunia bebas berpendapat yang bertanggungjawab dan bukan cuma mimpi..?
semua kembali bagaimana kita menjalankanya...

jika ada pendapat lain..?.
Silahkan kamu berkomentar...

tulisan kita dan referensi dari:
http://politik.kompasiana.com/2009/12/30/uu-ite-dan-kebebasan-berpendapat

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Pengertian dalam undang-undang :

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.

8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.

9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.

10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.

12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.

14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.

16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.

17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.

18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.

20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.

21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.

22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.

Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.

Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.

Artikel ini di ambil dari wikipedia.org

Pembahasan UU ITE

undang-undang informasi dan transaksi elektronik adalah singkatan dari UU ITE. yah, UU ITE lah yang menjadi bintang di tahun lalu, tahun 2009, berita berkaitan dengan undang-undang ini dirasa cukup menarik untuk diikuti.


undang-undang yang sejatinya memberikan kepastian hukum bagi penduduk dunia maya yang senantiasa menggunakan internet dan komputer dalam kehidupannya ini (menurut beberapa kalangan) malah memberikan ketidakpastian hukum, disebabkan adanya suatu pasal yang dianggap karet, karena indikator dan batas pengikatnya terlalu abstrak dan tidak jelas.

lepas dari kontrovensi UU ITE ini, kita sebagai penduduk dunia maya yang tak lepas dari komputer dan internet dan juga sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya mengerti dan memahami undang-undang ITE ini, agar tidak salah langkah dan tersentuh hukum melalui tangan UU ITE ini.

karena itu tidak ada salahnya bagi anda untuk mendownload UU ITE tsb dalam format pdf, kLik di sini